SURYA ARDIANA

Sabtu, 28 Juli 2012

Teori masuknya Hindu ke Indonesia dan Kerajaan Hindu Bali


Kerajaan Hindu di Bali

1.  Teori masuknya Agama Hindu ke Indonesia

Menurut para ahli sejarah, hubungan India dan Indonesia telah terjadi ribuan tahun yang lalu, para ahli menggunakan analisis dengan argumentasi beberapa teori antara lain sebagai berikut :
·         Teori Mokerjee (sarjana India) pada tahun 1912 M dengan teori dagangnya menyatakan bahwa masuknya pengaruh hindu ke Indonesia dibawa oleh kaum pedagang yang mengadakan kontak langsung dengan penduduk maka tejadilah proses paling mempengaruhi.
·         Teori Prof. Moens (sarjana Belanda) dengan teori Ksatrya menyatakan bahwa peranan kaum ksatrya sangat besar pengaruhnya dalam proses kolonisasi kekuasaan termasuk kepercayaan yang mereka anut.
·         Teori Krom(sarjana Belanda) dnegan teori waisya dalam bukunya Hindu Javan She Geschiedenis menyatakan bahwa diterimanya pengaruh Hindu di Indonesia melalui penyusupan dengan jalan damai yang dilakukan oleh kaum pedagang India.
·         Teori Bosch (sarjana Belanda) menyatakan bahwa dalam penyebaran Hindu ke Indonesia karena peranan kaum Brahmana (rohaniawan) sangat besar mengingat hanya kaum Brahmana yang benar-benar menguasai Weda.
·         Pada Prasasti Dinoyo (Jawa Timur) tersurat nama Rsi Agastya sebagai Batara Guru pengemban Dharma yang dikenal dengan sebutan “Agastya yatra” dan “Pitra Sagara”

2.  Masuknya agama Hindu ke Indonesia



Berdasarkan peninggalan-peningalan yang berhasil ditemukan, diperkirakan Agama Hindu mulai berkembang di Indonesia pada abad ke-4 M. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya prasasti-prasasti di daerah Kutai, Kalimantan Timur. Masuknya pahan Hindu dari India ke Indonesia melalui perdagangan dan budaya. Sebelum paham dan budaya Hindu masuk ke Indonesia, telah tumbuh budaya Lokal yang tidak jauh berbeda dengan budaya India.


3.  Awal masuknya Agama Hindu di Bali

Perkembangan agama Hindu dimulai sejak abad ke-8 oleh pendeta-pendeta Hindu diantaranya :
·         Mpu Markandeya Beliaulah yang memimpin ekspedisi pertama ke pulau Bali sebagai penyebar agama Hindu dengan membawa pengikut sebanyak ± 400 orang. Ekspedisi pertama ini mengalami kegagalan.
Setelah persiapan matang ekspedisi kedua dilaksanakan dengan pengikut ± 2.000 orang dan akhirnya ekspedisi ini sukses dengan gemilang. Adapun hutan yang pertama dibuka adalah Taro di wilayah Payangan Gianyar dan beliau mendirikan sebuah pura tempat pemujaan di desa Taro. Pura ini diberi nama Pura Murwa yang berarti permulaan. Dari daerah ini beliau mengembangkan wilayah menuju pangkal gunung Agung di wilayah Besakih sekarang, dan menemukan mata air yang diberi nama Sindhya. Begitulah permulaan pemujaan Pura Besakih yang mula- mula disebut Pura Basuki.
·         Mpu Kuturan, beliaulah yang berperan menyebarkan ajaran agama hindu di Bali dengan mengembangkan konsepsi Trri Murti yaitu pemujaan kehadapan tiga perwujudan Sang Hyang Widhi (Brahma, Wisnu, Ciwa)
·         Danghyang Nirartha atau Pedanda Sakti Wawu Rauh datang di zaman Dalem Watu Renggong (1460 - 1550) datanglah ke Bali dalam tahun 1489 lalu diangkat menjadi Bagawantha kerajaan.
Danghyang Nirartha adalah putra dari Danghyang Semara Natha yang bersama-sama pindah dari Majapahit ke Daha, karena Majapahit telah jatuh ke tangan Islam dalam tahun 1474. Islam kemudian juga merambat ke Kediri dan oleh karena itu Danghyang Nirartha pergi bersama kedua putra putrinya yang masih kecil, yaitu Ida Suwabawa (wanita) dan Ida Kulwan (laki) ke Pasuruan. Beliau menyeberang ke Bali dan turun di pelabuhan Purancak.

Keberadaan agama Hindu di Bali merupakan kelanjutan Perkembangan Agama Hindu di Jawa. Masuknya Agama Hindu di Bali bersamaan dengan masuknya Agama Buddha. Agama Hindu dan Buddha setelah berada di Bali luluh menjadi satu dan disebut dengan Ciwa Buddha.
Disekitar zaman pra-sejarah sebelum masuknya Agama Hindu dan Buddha masuk ke Bali, masyarakat Bali, masyarakat Bali telah mengenal system pemujaan dan kepercayaan seperti:
  1. Kepercayaan terhadap gunung sebagai tempat suci.Gunung dipandang sebagai tempat bersembahyang roh nenek moyang yang telah disucikan.
  2. Sistem penguburan mempergunakan sarkopagos dan setiap orang yang meninggal dikubur dengan kepala menuju gunung serta kakinya menuju laut.
  3. Kepercayaan adanya alam sekala dan niskala.
  4. Kepercayaan akan adanya penjelmaan (punarbawa) yaitu menitis kembalike alam nyata ini.
  5. Kepercayaan bahwa roh nenek moyang yang bersangkutan dapat memberikan perlindungan, petunjuk dan tuntunan kerohanian terhadap generasinya (Pratisentana)


Perkembangan Agama Hindu di Bali dapat dilihat dari bukti-bukti peninggalan
sejarah seperti bangunan kuno, Prasasti, dan dapat berupa kesusastraan.
     
      Pustaka Makandya Purana menyatakan bahwa, untuk pertama kalinya ajaran
agama hindu di bali disebarkan oleh rsi markandeya. Beliau dating ke bali diperkirakan pada abad 4-5 masehi melalui gunung semeru menuju gunung agung, dengan tujuan membangun asrama. Kedatangan beliau untuk pertama kali diikuti oleh 400 orang pengiring, diceritakan bahwa ekspedisi tersebut kurang berhasil. Kedatangan beliau untuk kedua kalinya diikuti oleh 2000 orang pengiring, dan diceritakan telah berhasil menanam pancadatu di kaki gunung agung.
            Selanjutnya, beliau berkehendak merabas hutan ungtuk dijadikan sawah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pengiringnya. Hutan tersebut diberi nama Desa Sarwada yang sekarang disebut desa Taro.
            Setelah beliau menetap di Bali, sistem kepercayaan dan pemujaan masyarakat bali secara berangsur-angsur mulai ditingkatkan, seperti:
1.      Masyarakat Bali diajarkan untuk melakukan pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi Waca. Untuk melakukan pemujaannya dipakai sarana berupa Api, Air dan Bunga yang disebut alat-alat bebali. Selanjutnya, hendaknya segala sesuatu yang dilaksanakan hendaknya didahului dengan persembahan bebali kehadapan Sang Hyang Widhi. Ajaran tersebut kemudian disebut Agama Bali.
2.      Dikenalnya nama daerah Bali yang berarti daerah yang segala sesuatunya mempergunakan sarana Bebali.
3.      Pura Besakih mulai dibangun dan difungsikan sebagai tempat memuja Sang Hyang Widhi. Setelah Pura Besakih dibangun pula tempat suciyang lainnya seperti Pura Andakasa, Pura Lempuyang, Pura Sukawana, Pura Watukaru, dll.
4.      Warna merah dan putih mulai dipergunakan sebagai ider-ider atau umbul-umbul. Kedua warna tersebut melambangkan kesucian yang bersumber dari warna Surya dan Bulan.

Usaha pelestarian ajaran Agama Hindu di Bali dilanjutkan oleh Mpu Sang
Kulputih. Mpu Sang Kulputih adalah pemongmong Pura Besakih. Beliau juga berperan dalam meningkatkan kualitas agama hindu di bali, seperti:
1.      Mengajarkan tentang bebali dalam bentuk seni yang mengandung makna kias dan suci.
2.      Mengajarkan orang-orang bali aga (yang mendiami pegunungan) menjadi orang suci untuk pura kahyangan.nuntuk menjadi diri suci diajarkan pula tentang tata cara melakukan brata, tapa, yoga, dan semadhi.
3.      Mpu Sang Kulputih juga mengajarkan kepada masyarakat untuk melaksanakan hari-hari suci seperti Galungan dan Kuningan.
4.      Mengajarkan membuat arca lingga dari kayu, logam atau uang kepeng.

Pada tahun 944-948 caka atau 1022-1026 Masehi datanglah Mpu Kuturan  ke
Bali. Mpu Kuturan berasal daari Jawa Timur, beliau membangun asrama atau pertapaan di Pura Silayukti di Teluk Padang di pantai selatan Karangasem. Setelah beliau dating ke Bali, masyarakat bali diajarkannya Silakrama, Pengetahuan tentang dunia besar dan dunia kecil, wali-wali Manjadma, Mpu Kuturan juga mengajar tentang ajaran Kusuma Dewa, Widhi Sastra, Sangkara Yuga dan tatacara membangun kahyangan-kahyangan atau palinggih-palinggih.

            Pada Tahun 1470-1550 masehi datanglah Ganghyang Nirartha ke Bali melalui Brangbangan (Banyuwangi) mengarungi segara Rupek (selat Bali) dan mendarat di Desa Pulaki kemudian menuju ke Desa Gading Wangi, Desa Mundeh, Desa Mengwi, Desa Kapal, Desa Tuban, Desa Buagan dan sampailahh di desa Mas. Dalam perjalanannya beliau sempat menjadi puruhita di Puri Gelgel. Semasa di puri gelgel, beliau menyampaikan banyak ajaran, seperti:
1.      Ilmu Pemerintahan
2.      Ilmu Peperangan (Dharmayuddha)
3.      Ajaran pertemuan asmara laki dan perempuan (smara gama/Cumbwara karma)
4.      Ajaran tentang pelaksanaan mamukur/maligia.

Setelah lama menjadi Puruhita, beliau mengadakan perjalanan mengelilingi Bali.


Dinasti Warmadewa
Salah satu dinasti kerajaan yang terbesar di Kepulauan Nusantara dan semenanjung Asia Tenggara adalah dinasti Warman atau Warmadewa. Warmadewa berasal dari bahasa Sansekerta secara umum berarti berarti Dewa Pelindung atau Dilindungi Dewa. Raja-raja dari Dinasti Warmadewa ini awalnya berasal dari India(kerajaan Pallawa) -raja awalnya berasal dari India, dimana ada raja berwangsa Warmadewa dan ada pula berwangsa Sanjaya .

Pada saat berikutnya, kerajaan Sriwijaya berekspansi menguasai pantai utara Jawa dan Bali, mendirikan wangsa Sailendra di Jawa Tengah dan kerajaan Singhadwara di Bali. Jadi leluhur raja-raja dinasti Warmadewa diyakini berasal dari India, sehingga berdasarkan berita dari It-Sing,pada tahun 695 M, adat tradisi di semua negara tadi hampir serupa, karena mereka menganut agama dan kebudayaan yang hampir sama berasal dari India. Mengapa mereka yaitu kaum Shaka, Pallawa dan Yawana menyebar meninggalkan India? Ini disebabkan pada awal tarikh masehi kaum Kushan ( Mongol) mendesak mereka ke India bagian selatan(wilayah Tondaimandalam,sebelah barat Madeas), dimana para pewaris mereka mendirikan kerajaan Pallawa. Kemudian pada abad ke-4, Samudra Gupta(335-375) menaklukkan kerajaan Pallawa, yang mana penaklukkan ini menyebabkan banyak vassal raja Pallawa pergi meninggalkan India menuju Funan , Kutai, Sumatra dan Jawa.

Sejak itu, kawasan Asia Tenggara menjadi wilayah kekuasaan dinasti Warmadewa. Dinasti Warmadewa dilihat dari asal usulnya merupakan campuran dari bangsa Yunani(Yawana), Persia(Pallawa) dan Shaka. Konon , berdasarkan Sejarah Melayu karya Tun Sri Lanang tahun 1612, dinasti Warmadewa merupakan keturunan dari Raja Makedonia-Yunani, Alexander Yang Agung(Iskandar Zulkarnaen) yang pernah menguasai India pada abad IV SM. Kemudian diceritakan, ada keturunan Beliau datang ke Sumatera dan menjadi cikal bakal dinasti Warmadewa bermula di Bukit Siguntang ,Palembang. Beliau adalah Paduka Sri Tri Bhuana yang menjadi pangkal empat jurai rajakula di Asia Tenggara, yaitu Palembang(Sriwijaya), Majapahit, Semenanjung Malayu dan Minangkabau8. Menarik juga untuk dicermati, kata Alexander mempunyai arti pria yang melindungi atau pria yang dilindungi, makna yang sama dengan kata Warmadewa.

2. Dalem Sri Kesari pendiri Dinasti Warmadewa di Bali
Raja dinasti Warmadewa pertama di Bali adalah Dalem Sri Kesari Warmadewa [ yang bermakna Yang Mulia Pelindung Kerajaan Singha]1 yang dikenal juga dengan Dalem Selonding, datang ke Bali pada akhir abad ke-9 atau awal abad ke-10, beliau berasal dari Sriwijaya(Sumatra) dimana sebelumnya pendahulu beliau dari Sriwijaya telah menaklukkan Tarumanegara( tahun 686) dan Kerajaan Kalingga di pesisir utara Jawa Tengah/Semarang sekarang. Persaingan dua kerajaan antara Mataram dengan raja yang berwangsa Sanjaya dan kerajaan Sriwijaya dengan raja berwangsa Syailendra( dinasti Warmadewa) terus berlanjut sampai ke Bali.

Di Bali, Sri Ratu Ugrasena (915-942), raja kerajaan Singhamandawa (pusat istana di Sukawana, Penulisan, Bangli) yang berkaitan dengan kerajaan Kanuruhan dan Mataram(Sanjayawangsa) bersaing dengan Dalem Sri Kesari Warmadewa yang mulanya beristana di Bhumi Kahuripan Singhadwara (dekat Pura Besakih sekarang) kemudian memindahkan ibukota ke Pejeng. Di dalam Purana Bali Dwipa, diceritakan Dalem Sri Kesari Warmadewa menaklukkan raja Mayadanawa yang memerintah di Bali dimana pada masanya melarang upacara dewa yajna di Pura Kahyangan seluruh Bali7. Oleh Dalem Sri Kesari, pura-pura yang rusak kemudian diperbaiki, setelah itu beliau mengadakan upacara yajna untuk memuja Tuhan dan menghormati para leluhur dilaksanakan pada hari Budha Kliwon Dunggulan yang kelak disebut hari Galungan atau hari kemenangan. Pulau Bali kembali menjadi aman dan makmur serta wilayah kekuasaan meliputi Makasar, Sumbawa, Sasak dan Blambangan.

Rupanya persaingan ini dimenangkan oleh dinasti Warmadewa, karena sejak tahun 942 tidak ada lagi prasasti yang dikeluarkan oleh Sri Ratu Ugrasena. Dalem Sri Kesari Warmadewa menyatakan dirinya raja Adhipati yang berarti dia merupakan penguasa di Bali mewakili kekuasaan Sriwijaya. Kemungkinan beliau adalah keturunan dari Balaputradewa, hal ini berdasarkan kesamaan cara penulisan prasasti , kesamaan dalam menganut agama Budha Mahayana dan kesamaan nama dinasti Warmadewa. Berdasarkan prasasti Blanjong di Singhadwara,Sanur, prasasti Panempahan di Tampaksiring dan prasasti Malatgede yang ketiga-tiganya ditulis pada bagian paro bulan gelap Phalguna 835 S atau bulan Februari 9135, beliau berhasil mengalahkan musuh-musuhnya baik di luar pulau maupun di pedalaman Bali. Tapi kemenangan ini mungkin tidak menyeluruh karena di pedalaman wilayah kraton Singhamandawa masih berkuasa Sri Ratu Ugrasena hingga tahun 942.

Persaingan antara dua dinasti mungkin sekali berubah menjadi kerjasama, apakah melalui perkawinan atau yang lain, karena setelah berakhirnya masa Sri Ratu Ugrasena, yang menjadi raja di Bali adalah dari dinasti Warmadewa yaitu keturunan Dalem Sri Kesari, Sang Ratu Aji Tabanendra Warmadewa(955-967), beliau juga bergelar Sri Candrabhaya Singhawarmadewa atau Indra Jayasingha Warmadewa, memerintah bersama istrinya Sang Ratu Luhur Sri Subhadrika Warmadewi, yang mendirikan pemandian Tirta Empul Tampaksiring pada tahun 960. Semasa pemerintahannya beliau memperkenankan pendeta Siwa mendirikan pertapaan di Air Madatu, tempat dimakamnya Sang Ratu Ugrasena. Situasi seperti ini sangat mirip dengan situasi di Jawa pada masa Kerajaan Mataram, dimana ada persaingan kekuasaan sekaligus kerjasama antara dua dinasti, Sanjaya dan Syailendra. Selanjutnya kekuasaan digantikan oleh putra beliau, Sri Jana Sadhu Warmadewa.

Pada masa beliau ini, konon Bali pada tahun 983 dikuasai oleh Ratu Sri Maharaja Sriwijaya Mahadewi yang diperkirakan berasal dari kerajaan Sriwijaya. Setelah itu berkuasa Sri Dharma Udayana Warmadewa(989-1011). Beliau lahir sekitar tahun 963. Sebelum menjadi raja di Bali, beliau pergi ke Jawa Timur, untuk mempersiapkan diri menjadi raja dengan mendirikan pemandian Jalatunda tahun 987 dan melakukan tapabrata di puncak Gunung Penanggungan. Pada saat pemerintahan Sri Udayana adalah puncak kejayaan dinasti Warmadewa di Bali, beliau mempersunting putri dari Jawa Timur, Mahendradatta Gunaprya Dharmapatni, putri dari raja kerajaan Watu Galuh Sri Makuta Wangsa Wardhana. Saudara Mahendradatta adalah Sri Dharmawangsa Teguh Anantawikrama Tunggadewa, yang menggantikan ayahnya menjadi raja Watu Galuh3,6.

Pada masa pemerintahan beliau berdua, Udayana dan Mahendradatta, datang ke Bali seorang pendeta besar bernama Mpu Kuturan, kakak seperguruan dari Mpu Bharadah, melakukan reformasi terhadap agama Hindu dengan menyatukan sembilan sekte di Bali menjadi Tri Murti dan nama agama disepakati adalah Agama Siwa-Buddha. Raja Udayana memiliki 3 orang putra, yang pertama adalah Sri Airlangga,lahir tahun 1000 yang kelak menjadi Raja Kahuripan,yang kedua,Sri Wardhana Marakata Pangaja Tungadewa(1011-1049), menjadi raja menggantikan ayahandanya, dan yang ketiga Sri Anak Wungsu, yang naik tahta menggantikan kakaknya(1049-1079). Setelah wafat, kekuasaan dipegang oleh Sri Maharaja Sri Walaprabhu. Setelah itu sejak tahun 1088, kekuasaan dijalankan oleh putri Sri Anak Wungsu yaitu Ratu Sakalindhu Kirana(1088-1101), dengan gelar Paduka Sri Maharaja Sri Sakalindu Kirana Sana Guna Dharma Laksmi Dhara Wijaya Utunggadewi atau Paduka Sri Maharaja Gon Karunia Pwa Swabhawa Paduka Sri Saksatnira Harimurti Jagatpalaka Nityasa., beliau merupakan raja putri yang pertama di Bali. Kemudian dari istri yang lain, dua putera yaitu, Sri Suradhipa, menjadi raja pada tahun 1101-1119, dilanjutkan oleh sang adik yaitu Sri Jayasakti(1119-1150).

Sebelum Sri Jayapangus berkuasa, yang menjadi raja di Bali adalah Hari Prabhu. Hari Prabhu yang juga dikenal dengan nama Ragajaya berkuasa selama 27 tahun. Sri Jayapangus berkuasa mulai sekitar tahun 1177 sampai tahun 1181. Sri Jayapangus digantikan oleh Sri Maharaja Sri Arya Dingjaya Katana(1181-1200), kemudian dilanjutkan oleh anaknya Sri Maharaja Aji Ekalayalancana(1200-1204). Kemudian, yang menjadi raja adalah Batara Guru Aji Kunti Kontana, yang memiliki dua anak ( kembar) putra dan putri, yang putra bernama Sri Dhanadiraja Lancana dan yang putri bernama Sri Dhanadewi Ketu, keduanya dinikahkan dan kelak dinobatkan menjadi raja dengan gelar Mahasora Mahasori atau Mahewara Maherswari atau Sri Masula-Masuli. Selanjutnya yang menjadi raja adalah Sri Hyang Ninghyang Adidewa Lancana(1260-1286), kekuasaannya berakhir setelah Bali ditaklukkan oleh kerajaan Singhasari dengan rajanya bernama Sri Kertanegara, yang kemudian menugaskan Patih Kebo Parud menjadi pelaksana kekuasaan di Bali.

Setelah kerajaan Singhasari dihancurkan oleh Jayakatwang, Raja Gelang-Gelang,Kediri, maka kekuasaan di Bali dipegang oleh Sri Mahaguru Dharma Hutungga Warmadewa, kerajaannya disebut Bata Anyar, berkuasa hingga 1328 . Setelah itu, beliau digantikan putranya yaitu Sri Tarunajaya atau Sri Walajaya Kertaningrat yang berkuasa hingga tahun 1337 . Sesudah itu yang menjadi penguasa di Bali adalah Sri Tapolung yang bergelar Sri Asta Asura Ratna Bhumi Banten(1337-1343). Beliau disebut juga Dalem Sri Bedahulu , adalah raja dinasti Warmadewa terakhir yang berkuasa di Bali, karena sejak tahun 1343, Bali ditaklukkan oleh kerajaan Majapahit, dimana prajurit Majapahit yang menyerang Bali berada di bawah pimpinan Sang Adityawarman dan Gajah Mada.

3. Penutup
Dalem Sri Kesari merupakan tokoh sejarah, ini bisa dibuktikan dari beberapa prasasti yang beliau tinggalkan seperti prasasti Blanjong di Singhadwara,Sanur, prasasti Panempahan di Tampaksiring dan prasasti Malatgede yang ketiga-tiganya ditulis pada bagian paro bulan gelap Phalguna 835 S atau bulan Februari 913. Dalem Sri Kesari Warmadewa menyatakan dirinya raja Adhipati yang berarti dia merupakan penguasa di Bali mewakili kekuasaan kerajaan lain yaitu Sriwijaya. Kemungkinan beliau adalah keturunan dari Balaputradewa, hal ini berdasarkan kesamaan cara penulisan prasasti , kesamaan dalam menganut agama Budha Mahayana dan kesamaan nama dinasti Warmadewa.

Kerajaan Buleleng

Kerajaan Buleleng adalah suatu kerajaan di Bali yang didirikan sekitar pertengahan abad ke-17 dan jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1849. Kerajaan ini dibangun oleh I Gusti Anglurah Panji Sakti dari Wangsa Kepakisan dengan cara menyatukan seluruh wilayah wilayah Bali Utara yang sebelumnya dikenal dengan nama Den Bukit.
I Gusti Anglurah Panji Sakti, yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gde Pasekan adalah putra I Gusti Ngurah Jelantik dari seorang selir bernama Si Luh Pasek Gobleg berasal dari Desa Panji wilayah Den Bukit. I Gusti Panji memiliki kekuatan supra natural dari lahir. I Gusti Ngurah Jelantik merasa khawatir kalau I Gusti Ngurah Panji kelak akan menyisihkan putra mahkota. Dengan cara halus I Gusti Ngurah Panji yang masih berusia 12 tahun disingkirkan ke Den Bukit, ke desa asal ibunya, Desa Panji.
I Gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya Kerajaan Buleleng, yang kekuasaannya pernah meluas sampai ke ujung timur pulau Jawa (Blambangan). Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti wafat pada tahun 1704, Kerajaan Buleleng mulai goyah karena putra-putranya punya pikiran yang saling berbeda.
Kerajaan Buleleng tahun 1732 dikuasai Kerajaan Mengwi namun kembali merdeka pada tahun 1752. Selanjutnya jatuh ke dalam kekuasaan raja Karangasem 1780. Raja Karangasem, I Gusti Gde Karang membangun istana dengan nama Puri Singaraja. Raja berikutnya adalah putranya bernama I Gusti Paang Canang yang berkuasa sampai 1821.
Pada tahun 1846 Buleleng diserang pasukan Belanda, tetapi mendapat perlawanan sengit pihak rakyat Buleleng yang dipimpin oleh Patih / Panglima Perang I Gusti Ketut Jelantik. Pada tahun 1848 Buleleng kembali mendapat serangan pasukan angkatan laut Belanda di Benteng Jagaraga. Pada serangan ketiga, tahun 1849 Belanda dapat menghancurkan benteng Jagaraga dan akhirnya Buleleng dapat dikalahkan Belanda. Sejak itu Buleleng dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda.


Kerajaan Bedahulu
Kerajaan Bedahulu atau Bedulu adalah kerajaan kuno di pulau Bali pada abad ke-8 sampai abad ke-14, yang memiliki pusat kerajaan di sekitar Pejeng (baca: pèjèng) atau Bedulu, Kabupaten Gianyar, Bali. Diperkirakan kerajaan ini diperintah oleh raja-raja keturunan dinasti Warmadewa. Penguasa terakhir kerajaan Bedulu (Dalem Bedahulu) menentang ekspansi kerajaan Majapahit pada tahun 1343, yang dipimpin oleh Gajah Mada, namun berakhir dengan kekalahan Bedulu. Perlawanan Bedulu kemudian benar-benar padam setelah pemberontakan keturunan terakhirnya (Dalem Makambika) berhasil dikalahkan tahun 1347.

Setelah itu Gajah Mada menempatkan seorang keturunan brahmana dari Jawa bernama Sri Kresna Kepakisan sebagai raja (Dalem) di pulau Bali. Keturunan dinasti Kepakisan inilah yang di kemudian hari menjadi raja-raja di beberapa kerajaan kecil di Pulau Bali.


Raja-raja Bedahulu:
Sri Wira Dalem Kesari Warmadewa - (882-913)
Sri Ugrasena - (915-939)
Agni
Tabanendra Warmadewa
Candrabhaya Singa Warmadewa - (960-975)
Janasadhu Warmadewa
Sri Wijayamahadewi
Dharmodayana Warmadewa (Udayana) - (988-1011)
Gunapriya Dharmapatni (bersama Udayana) - (989-1001)
Sri Ajnadewi
Sri Marakata - (1022-1025)
Anak Wungsu - (1049-1077)
Sri Maharaja Sri Walaprabu - (1079-1088)
Sri Maharaja Sri Sakalendukirana - (1088-1098)
Sri Suradhipa - (1115-1119)
Sri Jayasakti - (1133-1150)
Ragajaya
Sri Maharaja Aji Jayapangus - (1178-1181)
Arjayadengjayaketana
Aji Ekajayalancana
Bhatara Guru Sri Adikuntiketana
Parameswara
Adidewalancana
Mahaguru Dharmottungga Warmadewa
Walajayakertaningrat (Sri Masula Masuli atau Dalem Buncing)
Sri Astasura Ratna Bumi Banten (Dalem Bedahulu) - (1332-1343)
Dalem Tokawa (1343-1345)
Dalem Makambika (1345-1347)
Dalem Madura

Sisa peninggalan

Perlawanan kerajaan Bedulu terhadap Majapahit oleh legenda masyarakat Bali dianggap melambangkan perlawanan penduduk Bali asli (Bali Aga) terhadap serangan Jawa (Wong Majapahit). Beberapa tempat terpencil di Bali masih memelihara adat-istiadat Bali Aga, misalnya di Desa Trunyan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli; di Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem; serta di desa-desa Sembiran, Cempaga Sidatapa, Pedawa, Tiga Was, Padangbulia di Kabupaten Buleleng.

Beberapa obyek wisata yang dianggap merupakan peninggalan kerajaan Bedulu, antara lain adalah pura Jero Agung, Samuan Tiga, Goa Gajah, Pura Bukit Sinunggal.


Kerajaan Gelgel

1. Munculnya kerajaan Gelgel
Gelgel adalah nama sebuah desa yang terletak di Kabupaten daerah tingkat II Klungkung. Dari Desa Samprangan, jaraknya tidak begitu jauh, hanya 17 km menuju jurusan Timur. Letaknya tidak begitu jauh dari pantai Selatan Bali dan di sebelah Timur mengalir Kali Unda yang airnya bersumber dari lereng Gunung Agung yaitu mata air yang bernama Telaga Waja.

2. Pemerintahan Raja-Raja Gelgel

a. Dalem Ktut Ngulesir
Merupakan raja pertama dari periode Gelgel yang berkuasa selama lebih kurang 20 tahun (tahun 1320-1400). Ada beberapa yang dapat diamati selama masa pemerintahan raja Gelgel pertama, raja dikatakan berparas sangat tampan ibarat Sanghyang Semara, serta memerintah dengan bijaksana dan selalu berpegang pada Asta Brata.

Dalem Ktut Ngulesir adalah seorang raja yang adil, suka memberi penghargaan kepada orang yang berbuat baik, serta tidak segan-segan menghukum mereka yang berbuat salah. Baginda menganugrahkan suatu predikat tanda penghargaan wangsa "Sanghyang" dengan sebutan "Sang" kepada masyarakat desa Pandak, di mana mereka bermukim dahulu.

Pada masa pemerintahan prabhu Hayam Wuruk yang mengadakan upacara Cradha dan rapat besar, dihadiri pula oleh Dalem Ktut Ngulesir beserta semua raja-raja di kawasan Nusantara. Kehadiran dengan tata kebesaran itu menimbulkan kekaguman para raja yang lain serta masyarakat yang menyaksikan. Beliau disertai oleh Patih Agung, Arya Patandakan, dan Kyai Klapodyana (Gusti Kubon Tubuh).

b. Dalem Batur Enggong
Dalem Batur Enggong memerintah mulai tahun 1460 M dengan gelar Dalem Batur Enggong Kresna Kepakisan, dalam keadaan negara yang stabil. Hal ini telah ditanamkan oleh almarhum Dalem Ktut Ngulesir, para mentri dan pejabat-pejabat lainnya demi untuk kepentingan kerajaan.

Dalem dapat mengembangkan kemajuan kerajaan dengan pesat, dalam bidang pemerintahan, sosial politik, kebudayaan, hingga mencapai zaman keemasannya. Jatuhnya Majapahit tahun 1520 M tidak membawa pengaruh negatif pada perkembangan Gelgel, bahkan sebaliknya sebagai suatu spirit untuk lebih maju sebagai kerajaan yang merdeka dan berdaulat utuh. Beliau adalah satu-satunya raja terbesar dari dinasti Kepakisan yang berkuasa di Bali, yang mempunyai sifat-sifat adil, bijaksana.

c. Dalem Bekung
Setelah wafatnya Dalem Watur Enggong, maka menurut tradisi yang berlaku, baginda digantikan oleh putra sulungnya yaitu I Dewa Pemayun, yang selanjutnya disebut Dalem Bekung. Karena umurnya belum dewasa, maka pemerintahannya dibantu oleh para paman dan Patih Agung. Para paman yang membantu adalah : I Dewa Gedong Artha, I Dewa Nusa, I Dewa Pagedangan, I Dewa Anggungan dan I Dewa Bangli. Kelima orang itu adalah putra I Dewa Tegal Besung saudara sepupu Dalem Waturenggong.

d. Dalem Sagening
Dalem Sagening dinobatkan menjadi raja pada tahun 1580 M. Menggantikan Dalem Bekung dalam suasana yang amat menyedihkan, dan Dalem Sagening seorang raja yang amat bijaksana, cerdas, berani, berwibawa maka dalam waktu yang singkat keamanan kerajaan Gelgel pulih kembali. Sebagai Patih Agung adalah Kryan Agung Widia putra pangeran Manginte, sedangkan adiknya Kryan Di Ler Prenawa diberikan kedudukan Demung.

Dalem Sagening menetapkan putra-putra baginda di daerah-daerah tertentu, dengan jabatan sebagai anglurah antara lain :

1. I Dewa Anom Pemahyun,
ditempatkan di desa Sidemen (Singarsa) dengan jabatan Anglurah pada tahun 1541 M, dengan patih I Gusti Ngurah Sidemen Dimade dengan batas wilayah di sebelah timur sungai Unda sampai sungai Gangga, dan batas wilayah di sebelah utara sampai dengan Ponjok Batu.

2. I Dewa Manggis Kuning,( I Dewa Anom Manggis)
beribu seorang ksatria dari Manggis, atas permohonan I Gusti Tegeh Kori dijadikan penguasa di daerah Badung. Namun karena sesuatu peristiwa beliau terpaksa meninggalkan daerah Badung, pindah ke daerah Gianyar.

3. Kyai Barak Panji, beribu dari Ni Pasek Panji, atas perintah Dalem di tempatkan di Den Bukit sebagai penguasa di daerah itu, dibantu oleh keturunan Kyai Ularan. Dia sebagai pendiri kerajaan Buleleng yang kemudian bernama I Gusti Panji Sakti.

e. Dalem Anom Pemahyun
Setelah Dalem Sagening wafat pada tahun 1665, maka I Dewa Anom Pemahyun dinobatkan menjadi Raja dengan gelar Dalem Anom Pemahyun. Dalam menata pemerintahan Dalem belajar dari sejarah dan pengalaman. Karena itu secara progresif dia mengadakan pergantian para pejabat yang kurang diyakini ketulusan pengabdiannya.

f. Dalem Dimade
Setelah Dalem Anom Pemahyun meninggalkan istana Gelgel, maka I Dewa Dimade dinobatkan menjadi susuhunan kerajaan Bali dengan gelar Dalem Dimade 1665-1686, seorang raja yang sabar, bijaksana dalam mengemban tugas, cakap memikat hati rakyat. Patih Agung adalah Kyai Agung Dimade (Kryan Agung Maruti) berkemauan keras dan bercita-cita tinggi. Kyai Agung Dimade adalah anak angkat I Gusti Agung Kedung. Sebagai demung diangkat Kryan Kaler Pacekan dan Tumenggung adalah Kryan Bebelod.

g. Kryan Agung Maruti
Kebesaran kerajaan Gelgel yang pernah dicapai kini hanya tinggal kenang-kenangan di dalam sejarah. Setelah Dalem Dimade meninggalkan istana Gelgel tahun 1686 M maka kekuasaan di pegang oleh Kryan Agung Maruti sebagai raja Gelgel. Namun Bali tidak lagi merupakan kesatuan di bawah kekuasaan Gelgel, malainkan Bali mengalami perpecahan di antara para pemimpin, kemudian mucul kerajaan-kerajaan kecil yang berdaulat, sehingga daerah kekuasaan Kryan Maruti tidak seluas daerah kekuasaan kerajaan Gelgel yang dahulu.

3. Aspek Sosial Budaya

a. Struktur Pemerintahan
Raja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, dibantu oleh raja kerajaan yang terdiri atas kaum bangsawan disebut dengan nama bahunada atau tanda mantri. Para bahudanda atau pembesar kerajaan pada umumnya diambil dari keluarga istana, kerabat kerajaan yang dianggap berjasa atau dalam ikatan kekerabatan dengan raja. Hubungan antara raja dan rakyat diatur melalui suatu birokrasi yang sudah merupakan suatu sistem pemerintahan tradisional. Di dalam menjalankan tugas sehari-hari raja di dampingi oleh pendeta kerajaan yang disebut Bhagawanta atau purohita.

Dari pendeta Ciwa dan Buddha yang berfungsi sebagai penasehat raja dalam masalah-masalah keagamaan. Bhagawanta biasanya adalah keturunan dari putra-putra Dang Hyang Nirartha yang termasuk keturunan Brahmana Kemenuh yang diturunkan dari istri Dang Hyang Nirartha yang pertama yang berasal dari Daha yang bernama Diah Komala.

b. Sistem Kepemimpinan
Golongan ksatria memegang pimpinan di dalam pemerintahan. Hak golongan ksatria ini untuk memegang pemerintahan dianggap sebagai karunia Tuhan, Brahmokta Widisastra memberikan keterangan golongan ksatria lahir dari tugas khusus. Pekerjaan mereka hanya memerintah, mengenal ilmu peperangan. Orang-orang yang memegang jabatan di bawah raja merupakan keturunan para Arya yang menaklukkan kerajaan Bali kuna. Secara turun temurun mereka memakai gelar "I Gusti" atau "Arya" seperti Arya Kepakisan, I Gusti Kubon Tubuh, I Gusti Agung Widia, I Gusti Agung Kaler Pranawa dan lain-lain.

Untuk mengatur dan mengendalikan segala kelakuan dan kehidupan masyarakat diperlukan adanya hukum. dalam masyarakat Majapahit berlaku hukum tertulis dalam sebuah buku yang bernama Manawa Dharma Sastra sedangkan di Bali dikenal buku yang berjudul Sang Hyang Agama.

Setelah Dalem Batur Enggong wafat digantikan oleh Dalem Sagening dari tahun 1380-1665 M. Pada masa ini muncul Pujangga, Pangeran Telaga di mana tahun 1582 mengarang : 1. Amurwatembang, 2. Rangga Wuni, 3. Amerthamasa, 4. Gigateken, 5. Patal, 6. Sahawaji, 7. Rarengtaman, 8. Rarakedura, 9. Kebo Dungkul, 10. Tepas dan 11. Kakansen. Sedangkan Kyai Pande Bhasa mengarang : Cita Nathamarta, Rakkriyan Manguri mengarang : Arjunapralabdha, Pandya Agra Wetan mengarang : Bali Sanghara.


Prasasti Bercorak Hindu
Prasasti adalah piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan yang keras dan tahan lama. Kata prasasti berasal dari bahasa Sansekerta. Arti sebenarnya adalah "pujian". Namun kemudian dianggap sebagai "piagam, maklumat, surat keputusan, undang-undang atau tulisan". Di kalangan ilmuwan prasasti disebut inskripsi, sementara di kalangan orang awam disebut batu bertulis atau batu bersurat.

Prasasti Blanjong

Prasasti Blanjong adalah prasasti bertarikh 913 M, yang memuat sejarah tertulis tertua tentang Pulau Bali (yaitu dalam bentuk kata Walidwipa). Prasasti ini ditemukan di daerah Sanur, Denpasar, Bali.

Prasasti Blanjong dikeluarkan oleh seorang raja Bali yang bernama Sri Kesari Warmadewa. Bentuknya berupa pilar batu setinggi 177 cm, dan bergaris tengah 62 cm. Prasasti ini unik karena bertuliskan dua macam huruf; yaitu huruf Pra-Nagari dengan menggunakan bahasa Bali Kuno, dan huruf Kawi dengan menggunakan bahasa Sanskerta.

Situs prasasti ini termasuk dalam lingkungan pura kecil, yang melingkupi pula tempat pemujaan dan beberapa arca kuno.




2 komentar:

  1. trims ya postnya ngebantu banget...:)

    BalasHapus
  2. Keren.........untuk mengingat kembali perjalanan Orang Suci Hindu............

    BalasHapus