Kerajaan
Hindu di Bali
1. Teori masuknya Agama Hindu ke Indonesia
Menurut para ahli sejarah, hubungan India dan Indonesia telah terjadi
ribuan tahun yang lalu, para ahli menggunakan analisis dengan argumentasi
beberapa teori antara lain sebagai berikut :
·
Teori
Mokerjee (sarjana India) pada tahun
1912 M dengan teori dagangnya menyatakan bahwa masuknya pengaruh hindu ke
Indonesia dibawa oleh kaum pedagang yang mengadakan kontak langsung dengan
penduduk maka tejadilah proses paling mempengaruhi.
·
Teori
Prof. Moens (sarjana Belanda) dengan
teori Ksatrya menyatakan bahwa peranan kaum ksatrya sangat besar pengaruhnya dalam
proses kolonisasi kekuasaan termasuk kepercayaan yang mereka anut.
·
Teori
Krom(sarjana Belanda) dnegan teori
waisya dalam bukunya Hindu Javan She Geschiedenis menyatakan bahwa diterimanya
pengaruh Hindu di Indonesia melalui penyusupan dengan jalan damai yang
dilakukan oleh kaum pedagang India.
·
Teori
Bosch (sarjana Belanda) menyatakan
bahwa dalam penyebaran Hindu ke Indonesia karena peranan kaum Brahmana
(rohaniawan) sangat besar mengingat hanya kaum Brahmana yang benar-benar
menguasai Weda.
·
Pada Prasasti Dinoyo (Jawa Timur) tersurat
nama Rsi Agastya sebagai Batara Guru pengemban Dharma yang dikenal dengan
sebutan “Agastya yatra” dan “Pitra Sagara”
Berdasarkan peninggalan-peningalan yang berhasil ditemukan, diperkirakan
Agama Hindu mulai berkembang di Indonesia pada abad ke-4 M. Hal ini dibuktikan
dengan ditemukannya prasasti-prasasti di daerah Kutai, Kalimantan Timur.
Masuknya pahan Hindu dari India ke Indonesia melalui perdagangan dan budaya.
Sebelum paham dan budaya Hindu masuk ke Indonesia, telah tumbuh budaya Lokal
yang tidak jauh berbeda dengan budaya India.
3. Awal masuknya Agama Hindu di Bali
Perkembangan agama Hindu dimulai sejak abad ke-8 oleh pendeta-pendeta Hindu
diantaranya :
·
Mpu
Markandeya Beliaulah yang memimpin ekspedisi pertama ke pulau Bali sebagai
penyebar agama Hindu dengan membawa pengikut sebanyak ± 400 orang. Ekspedisi
pertama ini mengalami kegagalan.
Setelah persiapan matang ekspedisi kedua dilaksanakan dengan pengikut ±
2.000 orang dan akhirnya ekspedisi ini sukses dengan gemilang. Adapun hutan
yang pertama dibuka adalah Taro di wilayah Payangan Gianyar dan beliau
mendirikan sebuah pura tempat pemujaan di desa Taro. Pura ini diberi nama Pura
Murwa yang berarti permulaan. Dari daerah ini beliau mengembangkan wilayah
menuju pangkal gunung Agung di wilayah Besakih sekarang, dan menemukan mata air
yang diberi nama Sindhya. Begitulah permulaan pemujaan Pura Besakih yang mula-
mula disebut Pura Basuki.
·
Mpu
Kuturan, beliaulah yang berperan menyebarkan ajaran agama hindu di Bali dengan
mengembangkan konsepsi Trri Murti yaitu pemujaan kehadapan tiga perwujudan Sang
Hyang Widhi (Brahma, Wisnu, Ciwa)
·
Danghyang
Nirartha atau Pedanda Sakti Wawu Rauh datang di zaman Dalem Watu Renggong (1460
- 1550) datanglah ke Bali dalam tahun 1489 lalu diangkat menjadi Bagawantha
kerajaan.
Danghyang Nirartha adalah putra dari Danghyang Semara Natha yang
bersama-sama pindah dari Majapahit ke Daha, karena Majapahit telah jatuh ke
tangan Islam dalam tahun 1474. Islam kemudian juga merambat ke Kediri dan oleh
karena itu Danghyang Nirartha pergi bersama kedua putra putrinya yang masih
kecil, yaitu Ida Suwabawa (wanita) dan Ida Kulwan (laki) ke Pasuruan. Beliau
menyeberang ke Bali dan turun di pelabuhan Purancak.
Keberadaan agama Hindu di Bali merupakan kelanjutan Perkembangan Agama
Hindu di Jawa. Masuknya Agama Hindu di Bali bersamaan dengan masuknya Agama
Buddha. Agama Hindu dan Buddha setelah berada di Bali luluh menjadi satu dan
disebut dengan Ciwa Buddha.
Disekitar zaman pra-sejarah sebelum masuknya Agama Hindu dan Buddha masuk
ke Bali, masyarakat Bali, masyarakat Bali telah mengenal system pemujaan dan
kepercayaan seperti:
- Kepercayaan terhadap gunung sebagai tempat suci.Gunung
dipandang sebagai tempat bersembahyang roh nenek moyang yang telah
disucikan.
- Sistem penguburan mempergunakan sarkopagos
dan setiap orang yang meninggal dikubur dengan kepala menuju gunung serta
kakinya menuju laut.
- Kepercayaan adanya alam sekala dan niskala.
- Kepercayaan akan adanya penjelmaan (punarbawa)
yaitu menitis kembalike alam nyata ini.
- Kepercayaan bahwa roh nenek moyang yang
bersangkutan dapat memberikan perlindungan, petunjuk dan tuntunan kerohanian
terhadap generasinya (Pratisentana)
Perkembangan Agama Hindu di Bali dapat dilihat
dari bukti-bukti peninggalan
sejarah seperti
bangunan kuno, Prasasti, dan dapat berupa kesusastraan.
Pustaka Makandya Purana
menyatakan bahwa, untuk pertama kalinya ajaran
agama hindu di
bali disebarkan oleh rsi markandeya. Beliau dating ke bali diperkirakan pada
abad 4-5 masehi melalui gunung semeru menuju gunung agung, dengan tujuan
membangun asrama. Kedatangan beliau untuk pertama kali diikuti oleh 400 orang
pengiring, diceritakan bahwa ekspedisi tersebut kurang berhasil. Kedatangan
beliau untuk kedua kalinya diikuti oleh 2000 orang pengiring, dan diceritakan
telah berhasil menanam pancadatu di kaki gunung agung.
Selanjutnya, beliau berkehendak
merabas hutan ungtuk dijadikan sawah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
pengiringnya. Hutan tersebut diberi nama Desa Sarwada yang sekarang disebut
desa Taro.
Setelah beliau menetap di Bali,
sistem kepercayaan dan pemujaan masyarakat bali secara berangsur-angsur mulai
ditingkatkan, seperti:
1.
Masyarakat
Bali diajarkan untuk melakukan pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi Waca.
Untuk melakukan pemujaannya dipakai sarana berupa Api, Air dan Bunga yang
disebut alat-alat bebali. Selanjutnya, hendaknya segala sesuatu yang dilaksanakan
hendaknya didahului dengan persembahan bebali kehadapan Sang Hyang Widhi.
Ajaran tersebut kemudian disebut Agama Bali.
2.
Dikenalnya
nama daerah Bali yang berarti daerah yang segala sesuatunya mempergunakan
sarana Bebali.
3.
Pura
Besakih mulai dibangun dan difungsikan sebagai tempat memuja Sang Hyang Widhi.
Setelah Pura Besakih dibangun pula tempat suciyang lainnya seperti Pura
Andakasa, Pura Lempuyang, Pura Sukawana, Pura Watukaru, dll.
4.
Warna
merah dan putih mulai dipergunakan sebagai ider-ider atau umbul-umbul. Kedua
warna tersebut melambangkan kesucian yang bersumber dari warna Surya dan Bulan.
Usaha pelestarian ajaran Agama Hindu di Bali
dilanjutkan oleh Mpu Sang
Kulputih. Mpu
Sang Kulputih adalah pemongmong Pura Besakih. Beliau juga berperan dalam
meningkatkan kualitas agama hindu di bali, seperti:
1. Mengajarkan tentang bebali dalam bentuk
seni yang mengandung makna kias dan suci.
2. Mengajarkan orang-orang bali aga (yang
mendiami pegunungan) menjadi orang suci untuk pura kahyangan.nuntuk menjadi
diri suci diajarkan pula tentang tata cara melakukan brata, tapa, yoga, dan
semadhi.
3. Mpu Sang Kulputih juga mengajarkan kepada
masyarakat untuk melaksanakan hari-hari suci seperti Galungan dan Kuningan.
4. Mengajarkan membuat arca lingga dari kayu,
logam atau uang kepeng.
Pada tahun 944-948 caka atau 1022-1026 Masehi datanglah Mpu Kuturan ke
Bali. Mpu Kuturan
berasal daari Jawa Timur, beliau membangun asrama atau pertapaan di Pura
Silayukti di Teluk Padang di pantai selatan Karangasem. Setelah beliau dating
ke Bali, masyarakat bali diajarkannya Silakrama, Pengetahuan tentang dunia
besar dan dunia kecil, wali-wali Manjadma, Mpu Kuturan juga mengajar tentang
ajaran Kusuma Dewa, Widhi Sastra, Sangkara Yuga dan tatacara membangun
kahyangan-kahyangan atau palinggih-palinggih.
Pada Tahun 1470-1550 masehi
datanglah Ganghyang Nirartha ke Bali melalui Brangbangan (Banyuwangi)
mengarungi segara Rupek (selat Bali) dan mendarat di Desa Pulaki kemudian
menuju ke Desa Gading Wangi, Desa Mundeh, Desa Mengwi, Desa Kapal, Desa Tuban,
Desa Buagan dan sampailahh di desa Mas. Dalam perjalanannya beliau sempat
menjadi puruhita di Puri Gelgel. Semasa di puri gelgel, beliau menyampaikan
banyak ajaran, seperti:
1. Ilmu Pemerintahan
2. Ilmu Peperangan (Dharmayuddha)
3. Ajaran pertemuan asmara laki dan perempuan
(smara gama/Cumbwara karma)
4. Ajaran tentang pelaksanaan
mamukur/maligia.
Setelah lama menjadi Puruhita, beliau mengadakan perjalanan mengelilingi
Bali.
Dinasti Warmadewa
Salah satu
dinasti kerajaan yang terbesar di Kepulauan Nusantara dan semenanjung Asia
Tenggara adalah dinasti Warman atau Warmadewa. Warmadewa berasal dari bahasa
Sansekerta secara umum berarti berarti Dewa Pelindung atau Dilindungi Dewa.
Raja-raja dari Dinasti Warmadewa ini awalnya berasal dari India(kerajaan
Pallawa) -raja awalnya berasal dari India, dimana ada raja berwangsa Warmadewa
dan ada pula berwangsa Sanjaya .
Pada saat
berikutnya, kerajaan Sriwijaya berekspansi menguasai pantai utara Jawa dan
Bali, mendirikan wangsa Sailendra di Jawa Tengah dan kerajaan Singhadwara di
Bali. Jadi leluhur raja-raja dinasti Warmadewa diyakini berasal dari India,
sehingga berdasarkan berita dari It-Sing,pada tahun 695 M, adat tradisi di
semua negara tadi hampir serupa, karena mereka menganut agama dan kebudayaan
yang hampir sama berasal dari India. Mengapa mereka yaitu kaum Shaka, Pallawa
dan Yawana menyebar meninggalkan India? Ini disebabkan pada awal tarikh masehi
kaum Kushan ( Mongol) mendesak mereka ke India bagian selatan(wilayah
Tondaimandalam,sebelah barat Madeas), dimana para pewaris mereka mendirikan
kerajaan Pallawa. Kemudian pada abad ke-4, Samudra Gupta(335-375) menaklukkan
kerajaan Pallawa, yang mana penaklukkan ini menyebabkan banyak vassal raja
Pallawa pergi meninggalkan India menuju Funan , Kutai, Sumatra dan Jawa.
Sejak itu,
kawasan Asia Tenggara menjadi wilayah kekuasaan dinasti Warmadewa. Dinasti
Warmadewa dilihat dari asal usulnya merupakan campuran dari bangsa
Yunani(Yawana), Persia(Pallawa) dan Shaka. Konon , berdasarkan Sejarah Melayu
karya Tun Sri Lanang tahun 1612, dinasti Warmadewa merupakan keturunan dari
Raja Makedonia-Yunani, Alexander Yang Agung(Iskandar Zulkarnaen) yang pernah
menguasai India pada abad IV SM. Kemudian diceritakan, ada keturunan Beliau
datang ke Sumatera dan menjadi cikal bakal dinasti Warmadewa bermula di Bukit
Siguntang ,Palembang. Beliau adalah Paduka Sri Tri Bhuana yang menjadi pangkal
empat jurai rajakula di Asia Tenggara, yaitu Palembang(Sriwijaya), Majapahit,
Semenanjung Malayu dan Minangkabau8. Menarik juga untuk dicermati, kata Alexander
mempunyai arti pria yang melindungi atau pria yang dilindungi, makna yang sama
dengan kata Warmadewa.
2. Dalem Sri
Kesari pendiri Dinasti Warmadewa di Bali
Raja dinasti
Warmadewa pertama di Bali adalah Dalem Sri Kesari Warmadewa [ yang bermakna
Yang Mulia Pelindung Kerajaan Singha]1 yang dikenal juga dengan Dalem
Selonding, datang ke Bali pada akhir abad ke-9 atau awal abad ke-10, beliau
berasal dari Sriwijaya(Sumatra) dimana sebelumnya pendahulu beliau dari
Sriwijaya telah menaklukkan Tarumanegara( tahun 686) dan Kerajaan Kalingga di
pesisir utara Jawa Tengah/Semarang sekarang. Persaingan dua kerajaan antara
Mataram dengan raja yang berwangsa Sanjaya dan kerajaan Sriwijaya dengan raja
berwangsa Syailendra( dinasti Warmadewa) terus berlanjut sampai ke Bali.
Di Bali, Sri Ratu
Ugrasena (915-942), raja kerajaan Singhamandawa (pusat istana di Sukawana,
Penulisan, Bangli) yang berkaitan dengan kerajaan Kanuruhan dan
Mataram(Sanjayawangsa) bersaing dengan Dalem Sri Kesari Warmadewa yang mulanya
beristana di Bhumi Kahuripan Singhadwara (dekat Pura Besakih sekarang) kemudian
memindahkan ibukota ke Pejeng. Di dalam Purana Bali Dwipa, diceritakan Dalem
Sri Kesari Warmadewa menaklukkan raja Mayadanawa yang memerintah di Bali dimana
pada masanya melarang upacara dewa yajna di Pura Kahyangan seluruh Bali7. Oleh
Dalem Sri Kesari, pura-pura yang rusak kemudian diperbaiki, setelah itu beliau
mengadakan upacara yajna untuk memuja Tuhan dan menghormati para leluhur
dilaksanakan pada hari Budha Kliwon Dunggulan yang kelak disebut hari Galungan
atau hari kemenangan. Pulau Bali kembali menjadi aman dan makmur serta wilayah
kekuasaan meliputi Makasar, Sumbawa, Sasak dan Blambangan.
Rupanya
persaingan ini dimenangkan oleh dinasti Warmadewa, karena sejak tahun 942 tidak
ada lagi prasasti yang dikeluarkan oleh Sri Ratu Ugrasena. Dalem Sri Kesari
Warmadewa menyatakan dirinya raja Adhipati yang berarti dia merupakan penguasa
di Bali mewakili kekuasaan Sriwijaya. Kemungkinan beliau adalah keturunan dari
Balaputradewa, hal ini berdasarkan kesamaan cara penulisan prasasti , kesamaan
dalam menganut agama Budha Mahayana dan kesamaan nama dinasti Warmadewa.
Berdasarkan prasasti Blanjong di Singhadwara,Sanur, prasasti Panempahan di
Tampaksiring dan prasasti Malatgede yang ketiga-tiganya ditulis pada bagian
paro bulan gelap Phalguna 835 S atau bulan Februari 9135, beliau berhasil
mengalahkan musuh-musuhnya baik di luar pulau maupun di pedalaman Bali. Tapi
kemenangan ini mungkin tidak menyeluruh karena di pedalaman wilayah kraton
Singhamandawa masih berkuasa Sri Ratu Ugrasena hingga tahun 942.
Persaingan antara
dua dinasti mungkin sekali berubah menjadi kerjasama, apakah melalui perkawinan
atau yang lain, karena setelah berakhirnya masa Sri Ratu Ugrasena, yang menjadi
raja di Bali adalah dari dinasti Warmadewa yaitu keturunan Dalem Sri Kesari,
Sang Ratu Aji Tabanendra Warmadewa(955-967), beliau juga bergelar Sri
Candrabhaya Singhawarmadewa atau Indra Jayasingha Warmadewa, memerintah bersama
istrinya Sang Ratu Luhur Sri Subhadrika Warmadewi, yang mendirikan pemandian
Tirta Empul Tampaksiring pada tahun 960. Semasa pemerintahannya beliau
memperkenankan pendeta Siwa mendirikan pertapaan di Air Madatu, tempat
dimakamnya Sang Ratu Ugrasena. Situasi seperti ini sangat mirip dengan situasi
di Jawa pada masa Kerajaan Mataram, dimana ada persaingan kekuasaan sekaligus
kerjasama antara dua dinasti, Sanjaya dan Syailendra. Selanjutnya kekuasaan
digantikan oleh putra beliau, Sri Jana Sadhu Warmadewa.
Pada masa beliau
ini, konon Bali pada tahun 983 dikuasai oleh Ratu Sri Maharaja Sriwijaya
Mahadewi yang diperkirakan berasal dari kerajaan Sriwijaya. Setelah itu
berkuasa Sri Dharma Udayana Warmadewa(989-1011). Beliau lahir sekitar tahun
963. Sebelum menjadi raja di Bali, beliau pergi ke Jawa Timur, untuk mempersiapkan
diri menjadi raja dengan mendirikan pemandian Jalatunda tahun 987 dan melakukan
tapabrata di puncak Gunung Penanggungan. Pada saat pemerintahan Sri Udayana
adalah puncak kejayaan dinasti Warmadewa di Bali, beliau mempersunting putri
dari Jawa Timur, Mahendradatta Gunaprya Dharmapatni, putri dari raja kerajaan
Watu Galuh Sri Makuta Wangsa Wardhana. Saudara Mahendradatta adalah Sri
Dharmawangsa Teguh Anantawikrama Tunggadewa, yang menggantikan ayahnya menjadi
raja Watu Galuh3,6.
Pada masa
pemerintahan beliau berdua, Udayana dan Mahendradatta, datang ke Bali seorang
pendeta besar bernama Mpu Kuturan, kakak seperguruan dari Mpu Bharadah,
melakukan reformasi terhadap agama Hindu dengan menyatukan sembilan sekte di
Bali menjadi Tri Murti dan nama agama disepakati adalah Agama Siwa-Buddha. Raja
Udayana memiliki 3 orang putra, yang pertama adalah Sri Airlangga,lahir tahun
1000 yang kelak menjadi Raja Kahuripan,yang kedua,Sri Wardhana Marakata Pangaja
Tungadewa(1011-1049), menjadi raja menggantikan ayahandanya, dan yang ketiga
Sri Anak Wungsu, yang naik tahta menggantikan kakaknya(1049-1079). Setelah
wafat, kekuasaan dipegang oleh Sri Maharaja Sri Walaprabhu. Setelah itu sejak
tahun 1088, kekuasaan dijalankan oleh putri Sri Anak Wungsu yaitu Ratu Sakalindhu
Kirana(1088-1101), dengan gelar Paduka Sri Maharaja Sri Sakalindu Kirana Sana
Guna Dharma Laksmi Dhara Wijaya Utunggadewi atau Paduka Sri Maharaja Gon
Karunia Pwa Swabhawa Paduka Sri Saksatnira Harimurti Jagatpalaka Nityasa.,
beliau merupakan raja putri yang pertama di Bali. Kemudian dari istri yang
lain, dua putera yaitu, Sri Suradhipa, menjadi raja pada tahun 1101-1119,
dilanjutkan oleh sang adik yaitu Sri Jayasakti(1119-1150).
Sebelum Sri
Jayapangus berkuasa, yang menjadi raja di Bali adalah Hari Prabhu. Hari Prabhu
yang juga dikenal dengan nama Ragajaya berkuasa selama 27 tahun. Sri Jayapangus
berkuasa mulai sekitar tahun 1177 sampai tahun 1181. Sri Jayapangus digantikan
oleh Sri Maharaja Sri Arya Dingjaya Katana(1181-1200), kemudian dilanjutkan
oleh anaknya Sri Maharaja Aji Ekalayalancana(1200-1204). Kemudian, yang menjadi
raja adalah Batara Guru Aji Kunti Kontana, yang memiliki dua anak ( kembar)
putra dan putri, yang putra bernama Sri Dhanadiraja Lancana dan yang putri
bernama Sri Dhanadewi Ketu, keduanya dinikahkan dan kelak dinobatkan menjadi
raja dengan gelar Mahasora Mahasori atau Mahewara Maherswari atau Sri
Masula-Masuli. Selanjutnya yang menjadi raja adalah Sri Hyang Ninghyang Adidewa
Lancana(1260-1286), kekuasaannya berakhir setelah Bali ditaklukkan oleh
kerajaan Singhasari dengan rajanya bernama Sri Kertanegara, yang kemudian
menugaskan Patih Kebo Parud menjadi pelaksana kekuasaan di Bali.
Setelah kerajaan
Singhasari dihancurkan oleh Jayakatwang, Raja Gelang-Gelang,Kediri, maka
kekuasaan di Bali dipegang oleh Sri Mahaguru Dharma Hutungga Warmadewa,
kerajaannya disebut Bata Anyar, berkuasa hingga 1328 . Setelah itu, beliau
digantikan putranya yaitu Sri Tarunajaya atau Sri Walajaya Kertaningrat yang
berkuasa hingga tahun 1337 . Sesudah itu yang menjadi penguasa di Bali adalah
Sri Tapolung yang bergelar Sri Asta Asura Ratna Bhumi Banten(1337-1343). Beliau
disebut juga Dalem Sri Bedahulu , adalah raja dinasti Warmadewa terakhir yang
berkuasa di Bali, karena sejak tahun 1343, Bali ditaklukkan oleh kerajaan
Majapahit, dimana prajurit Majapahit yang menyerang Bali berada di bawah
pimpinan Sang Adityawarman dan Gajah Mada.
3. Penutup
Dalem Sri Kesari
merupakan tokoh sejarah, ini bisa dibuktikan dari beberapa prasasti yang beliau
tinggalkan seperti prasasti Blanjong di Singhadwara,Sanur, prasasti Panempahan
di Tampaksiring dan prasasti Malatgede yang ketiga-tiganya ditulis pada bagian
paro bulan gelap Phalguna 835 S atau bulan Februari 913. Dalem Sri Kesari
Warmadewa menyatakan dirinya raja Adhipati yang berarti dia merupakan penguasa
di Bali mewakili kekuasaan kerajaan lain yaitu Sriwijaya. Kemungkinan beliau
adalah keturunan dari Balaputradewa, hal ini berdasarkan kesamaan cara
penulisan prasasti , kesamaan dalam menganut agama Budha Mahayana dan kesamaan
nama dinasti Warmadewa.
Kerajaan Buleleng
Kerajaan Buleleng
adalah suatu kerajaan di Bali yang didirikan sekitar pertengahan abad ke-17 dan
jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1849. Kerajaan ini dibangun oleh I Gusti
Anglurah Panji Sakti dari Wangsa Kepakisan dengan cara menyatukan seluruh
wilayah wilayah Bali Utara yang sebelumnya dikenal dengan nama Den Bukit.
I Gusti Anglurah
Panji Sakti, yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gde Pasekan adalah putra I
Gusti Ngurah Jelantik dari seorang selir bernama Si Luh Pasek Gobleg berasal
dari Desa Panji wilayah Den Bukit. I Gusti Panji memiliki kekuatan supra
natural dari lahir. I Gusti Ngurah Jelantik merasa khawatir kalau I Gusti
Ngurah Panji kelak akan menyisihkan putra mahkota. Dengan cara halus I Gusti
Ngurah Panji yang masih berusia 12 tahun disingkirkan ke Den Bukit, ke desa
asal ibunya, Desa Panji.
I Gusti Ngurah
Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya Kerajaan Buleleng, yang
kekuasaannya pernah meluas sampai ke ujung timur pulau Jawa (Blambangan).
Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti wafat pada tahun 1704, Kerajaan Buleleng
mulai goyah karena putra-putranya punya pikiran yang saling berbeda.
Kerajaan Buleleng
tahun 1732 dikuasai Kerajaan Mengwi namun kembali merdeka pada tahun 1752.
Selanjutnya jatuh ke dalam kekuasaan raja Karangasem 1780. Raja Karangasem, I
Gusti Gde Karang membangun istana dengan nama Puri Singaraja. Raja berikutnya
adalah putranya bernama I Gusti Paang Canang yang berkuasa sampai 1821.
Pada tahun 1846
Buleleng diserang pasukan Belanda, tetapi mendapat perlawanan sengit pihak
rakyat Buleleng yang dipimpin oleh Patih / Panglima Perang I Gusti Ketut
Jelantik. Pada tahun 1848 Buleleng kembali mendapat serangan pasukan angkatan
laut Belanda di Benteng Jagaraga. Pada serangan ketiga, tahun 1849 Belanda
dapat menghancurkan benteng Jagaraga dan akhirnya Buleleng dapat dikalahkan
Belanda. Sejak itu Buleleng dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda.
Kerajaan Bedahulu
Kerajaan Bedahulu
atau Bedulu adalah kerajaan kuno di pulau Bali pada abad ke-8 sampai abad
ke-14, yang memiliki pusat kerajaan di sekitar Pejeng (baca: pèjèng) atau
Bedulu, Kabupaten Gianyar, Bali. Diperkirakan kerajaan ini diperintah oleh
raja-raja keturunan dinasti Warmadewa. Penguasa terakhir kerajaan Bedulu (Dalem
Bedahulu) menentang ekspansi kerajaan Majapahit pada tahun 1343, yang dipimpin
oleh Gajah Mada, namun berakhir dengan kekalahan Bedulu. Perlawanan Bedulu
kemudian benar-benar padam setelah pemberontakan keturunan terakhirnya (Dalem
Makambika) berhasil dikalahkan tahun 1347.
Setelah itu Gajah
Mada menempatkan seorang keturunan brahmana dari Jawa bernama Sri Kresna
Kepakisan sebagai raja (Dalem) di pulau Bali. Keturunan dinasti Kepakisan
inilah yang di kemudian hari menjadi raja-raja di beberapa kerajaan kecil di
Pulau Bali.
Raja-raja
Bedahulu:
Sri Wira Dalem
Kesari Warmadewa - (882-913)
Sri Ugrasena -
(915-939)
Agni
Tabanendra
Warmadewa
Candrabhaya Singa
Warmadewa - (960-975)
Janasadhu
Warmadewa
Sri
Wijayamahadewi
Dharmodayana
Warmadewa (Udayana) - (988-1011)
Gunapriya
Dharmapatni (bersama Udayana) - (989-1001)
Sri Ajnadewi
Sri Marakata -
(1022-1025)
Anak Wungsu -
(1049-1077)
Sri Maharaja Sri
Walaprabu - (1079-1088)
Sri Maharaja Sri
Sakalendukirana - (1088-1098)
Sri Suradhipa -
(1115-1119)
Sri Jayasakti -
(1133-1150)
Ragajaya
Sri Maharaja Aji
Jayapangus - (1178-1181)
Arjayadengjayaketana
Aji
Ekajayalancana
Bhatara Guru Sri
Adikuntiketana
Parameswara
Adidewalancana
Mahaguru
Dharmottungga Warmadewa
Walajayakertaningrat
(Sri Masula Masuli atau Dalem Buncing)
Sri Astasura
Ratna Bumi Banten (Dalem Bedahulu) - (1332-1343)
Dalem Tokawa
(1343-1345)
Dalem Makambika
(1345-1347)
Dalem Madura
Sisa peninggalan
Perlawanan
kerajaan Bedulu terhadap Majapahit oleh legenda masyarakat Bali dianggap melambangkan
perlawanan penduduk Bali asli (Bali Aga) terhadap serangan Jawa (Wong
Majapahit). Beberapa tempat terpencil di Bali masih memelihara adat-istiadat
Bali Aga, misalnya di Desa Trunyan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli; di
Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem; serta di desa-desa
Sembiran, Cempaga Sidatapa, Pedawa, Tiga Was, Padangbulia di Kabupaten
Buleleng.
Beberapa obyek
wisata yang dianggap merupakan peninggalan kerajaan Bedulu, antara lain adalah
pura Jero Agung, Samuan Tiga, Goa Gajah, Pura Bukit Sinunggal.
Kerajaan Gelgel
1. Munculnya
kerajaan Gelgel
Gelgel adalah
nama sebuah desa yang terletak di Kabupaten daerah tingkat II Klungkung. Dari
Desa Samprangan, jaraknya tidak begitu jauh, hanya 17 km menuju jurusan Timur.
Letaknya tidak begitu jauh dari pantai Selatan Bali dan di sebelah Timur
mengalir Kali Unda yang airnya bersumber dari lereng Gunung Agung yaitu mata
air yang bernama Telaga Waja.
2. Pemerintahan
Raja-Raja Gelgel
a. Dalem Ktut
Ngulesir
Merupakan raja
pertama dari periode Gelgel yang berkuasa selama lebih kurang 20 tahun (tahun
1320-1400). Ada beberapa yang dapat diamati selama masa pemerintahan raja
Gelgel pertama, raja dikatakan berparas sangat tampan ibarat Sanghyang Semara,
serta memerintah dengan bijaksana dan selalu berpegang pada Asta Brata.
Dalem Ktut
Ngulesir adalah seorang raja yang adil, suka memberi penghargaan kepada orang
yang berbuat baik, serta tidak segan-segan menghukum mereka yang berbuat salah.
Baginda menganugrahkan suatu predikat tanda penghargaan wangsa
"Sanghyang" dengan sebutan "Sang" kepada masyarakat desa
Pandak, di mana mereka bermukim dahulu.
Pada masa
pemerintahan prabhu Hayam Wuruk yang mengadakan upacara Cradha dan rapat besar,
dihadiri pula oleh Dalem Ktut Ngulesir beserta semua raja-raja di kawasan
Nusantara. Kehadiran dengan tata kebesaran itu menimbulkan kekaguman para raja
yang lain serta masyarakat yang menyaksikan. Beliau disertai oleh Patih Agung,
Arya Patandakan, dan Kyai Klapodyana (Gusti Kubon Tubuh).
b. Dalem Batur
Enggong
Dalem Batur
Enggong memerintah mulai tahun 1460 M dengan gelar Dalem Batur Enggong Kresna
Kepakisan, dalam keadaan negara yang stabil. Hal ini telah ditanamkan oleh
almarhum Dalem Ktut Ngulesir, para mentri dan pejabat-pejabat lainnya demi
untuk kepentingan kerajaan.
Dalem dapat
mengembangkan kemajuan kerajaan dengan pesat, dalam bidang pemerintahan, sosial
politik, kebudayaan, hingga mencapai zaman keemasannya. Jatuhnya Majapahit
tahun 1520 M tidak membawa pengaruh negatif pada perkembangan Gelgel, bahkan
sebaliknya sebagai suatu spirit untuk lebih maju sebagai kerajaan yang merdeka
dan berdaulat utuh. Beliau adalah satu-satunya raja terbesar dari dinasti
Kepakisan yang berkuasa di Bali, yang mempunyai sifat-sifat adil, bijaksana.
c. Dalem Bekung
Setelah wafatnya
Dalem Watur Enggong, maka menurut tradisi yang berlaku, baginda digantikan oleh
putra sulungnya yaitu I Dewa Pemayun, yang selanjutnya disebut Dalem Bekung.
Karena umurnya belum dewasa, maka pemerintahannya dibantu oleh para paman dan
Patih Agung. Para paman yang membantu adalah : I Dewa Gedong Artha, I Dewa
Nusa, I Dewa Pagedangan, I Dewa Anggungan dan I Dewa Bangli. Kelima orang itu
adalah putra I Dewa Tegal Besung saudara sepupu Dalem Waturenggong.
d. Dalem Sagening
Dalem Sagening
dinobatkan menjadi raja pada tahun 1580 M. Menggantikan Dalem Bekung dalam
suasana yang amat menyedihkan, dan Dalem Sagening seorang raja yang amat
bijaksana, cerdas, berani, berwibawa maka dalam waktu yang singkat keamanan
kerajaan Gelgel pulih kembali. Sebagai Patih Agung adalah Kryan Agung Widia
putra pangeran Manginte, sedangkan adiknya Kryan Di Ler Prenawa diberikan
kedudukan Demung.
Dalem Sagening
menetapkan putra-putra baginda di daerah-daerah tertentu, dengan jabatan
sebagai anglurah antara lain :
1. I Dewa Anom
Pemahyun,
ditempatkan di
desa Sidemen (Singarsa) dengan jabatan Anglurah pada tahun 1541 M, dengan patih
I Gusti Ngurah Sidemen Dimade dengan batas wilayah di sebelah timur sungai Unda
sampai sungai Gangga, dan batas wilayah di sebelah utara sampai dengan Ponjok
Batu.
2. I Dewa Manggis
Kuning,( I Dewa Anom Manggis)
beribu seorang
ksatria dari Manggis, atas permohonan I Gusti Tegeh Kori dijadikan penguasa di
daerah Badung. Namun karena sesuatu peristiwa beliau terpaksa meninggalkan
daerah Badung, pindah ke daerah Gianyar.
3. Kyai Barak
Panji, beribu dari Ni Pasek Panji, atas perintah Dalem di tempatkan di Den
Bukit sebagai penguasa di daerah itu, dibantu oleh keturunan Kyai Ularan. Dia
sebagai pendiri kerajaan Buleleng yang kemudian bernama I Gusti Panji Sakti.
e. Dalem Anom
Pemahyun
Setelah Dalem
Sagening wafat pada tahun 1665, maka I Dewa Anom Pemahyun dinobatkan menjadi
Raja dengan gelar Dalem Anom Pemahyun. Dalam menata pemerintahan Dalem belajar
dari sejarah dan pengalaman. Karena itu secara progresif dia mengadakan
pergantian para pejabat yang kurang diyakini ketulusan pengabdiannya.
f. Dalem Dimade
Setelah Dalem
Anom Pemahyun meninggalkan istana Gelgel, maka I Dewa Dimade dinobatkan menjadi
susuhunan kerajaan Bali dengan gelar Dalem Dimade 1665-1686, seorang raja yang
sabar, bijaksana dalam mengemban tugas, cakap memikat hati rakyat. Patih Agung
adalah Kyai Agung Dimade (Kryan Agung Maruti) berkemauan keras dan bercita-cita
tinggi. Kyai Agung Dimade adalah anak angkat I Gusti Agung Kedung. Sebagai
demung diangkat Kryan Kaler Pacekan dan Tumenggung adalah Kryan Bebelod.
g. Kryan Agung
Maruti
Kebesaran
kerajaan Gelgel yang pernah dicapai kini hanya tinggal kenang-kenangan di dalam
sejarah. Setelah Dalem Dimade meninggalkan istana Gelgel tahun 1686 M maka
kekuasaan di pegang oleh Kryan Agung Maruti sebagai raja Gelgel. Namun Bali
tidak lagi merupakan kesatuan di bawah kekuasaan Gelgel, malainkan Bali
mengalami perpecahan di antara para pemimpin, kemudian mucul kerajaan-kerajaan
kecil yang berdaulat, sehingga daerah kekuasaan Kryan Maruti tidak seluas
daerah kekuasaan kerajaan Gelgel yang dahulu.
3. Aspek Sosial
Budaya
a. Struktur
Pemerintahan
Raja sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi, dibantu oleh raja kerajaan yang terdiri atas kaum
bangsawan disebut dengan nama bahunada atau tanda mantri. Para bahudanda atau
pembesar kerajaan pada umumnya diambil dari keluarga istana, kerabat kerajaan
yang dianggap berjasa atau dalam ikatan kekerabatan dengan raja. Hubungan antara
raja dan rakyat diatur melalui suatu birokrasi yang sudah merupakan suatu
sistem pemerintahan tradisional. Di dalam menjalankan tugas sehari-hari raja di
dampingi oleh pendeta kerajaan yang disebut Bhagawanta atau purohita.
Dari pendeta Ciwa
dan Buddha yang berfungsi sebagai penasehat raja dalam masalah-masalah
keagamaan. Bhagawanta biasanya adalah keturunan dari putra-putra Dang Hyang
Nirartha yang termasuk keturunan Brahmana Kemenuh yang diturunkan dari istri
Dang Hyang Nirartha yang pertama yang berasal dari Daha yang bernama Diah
Komala.
b. Sistem
Kepemimpinan
Golongan ksatria
memegang pimpinan di dalam pemerintahan. Hak golongan ksatria ini untuk
memegang pemerintahan dianggap sebagai karunia Tuhan, Brahmokta Widisastra
memberikan keterangan golongan ksatria lahir dari tugas khusus. Pekerjaan
mereka hanya memerintah, mengenal ilmu peperangan. Orang-orang yang memegang
jabatan di bawah raja merupakan keturunan para Arya yang menaklukkan kerajaan
Bali kuna. Secara turun temurun mereka memakai gelar "I Gusti" atau
"Arya" seperti Arya Kepakisan, I Gusti Kubon Tubuh, I Gusti Agung
Widia, I Gusti Agung Kaler Pranawa dan lain-lain.
Untuk mengatur
dan mengendalikan segala kelakuan dan kehidupan masyarakat diperlukan adanya
hukum. dalam masyarakat Majapahit berlaku hukum tertulis dalam sebuah buku yang
bernama Manawa Dharma Sastra sedangkan di Bali dikenal buku yang berjudul Sang
Hyang Agama.
Setelah Dalem
Batur Enggong wafat digantikan oleh Dalem Sagening dari tahun 1380-1665 M. Pada
masa ini muncul Pujangga, Pangeran Telaga di mana tahun 1582 mengarang : 1.
Amurwatembang, 2. Rangga Wuni, 3. Amerthamasa, 4. Gigateken, 5. Patal, 6.
Sahawaji, 7. Rarengtaman, 8. Rarakedura, 9. Kebo Dungkul, 10. Tepas dan 11.
Kakansen. Sedangkan Kyai Pande Bhasa mengarang : Cita Nathamarta, Rakkriyan
Manguri mengarang : Arjunapralabdha, Pandya Agra Wetan mengarang : Bali
Sanghara.
Prasasti Bercorak Hindu
Prasasti adalah
piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan yang keras dan tahan lama. Kata
prasasti berasal dari bahasa Sansekerta. Arti sebenarnya adalah
"pujian". Namun kemudian dianggap sebagai "piagam, maklumat,
surat keputusan, undang-undang atau tulisan". Di kalangan ilmuwan prasasti
disebut inskripsi, sementara di kalangan orang awam disebut batu bertulis atau
batu bersurat.
Prasasti Blanjong
Prasasti Blanjong
adalah prasasti bertarikh 913 M, yang memuat sejarah tertulis tertua tentang
Pulau Bali (yaitu dalam bentuk kata Walidwipa). Prasasti ini ditemukan di
daerah Sanur, Denpasar, Bali.
Prasasti Blanjong
dikeluarkan oleh seorang raja Bali yang bernama Sri Kesari Warmadewa. Bentuknya
berupa pilar batu setinggi 177 cm, dan bergaris tengah 62 cm. Prasasti ini unik
karena bertuliskan dua macam huruf; yaitu huruf Pra-Nagari dengan menggunakan
bahasa Bali Kuno, dan huruf Kawi dengan menggunakan bahasa Sanskerta.
Situs prasasti
ini termasuk dalam lingkungan pura kecil, yang melingkupi pula tempat pemujaan
dan beberapa arca kuno.
trims ya postnya ngebantu banget...:)
BalasHapusKeren.........untuk mengingat kembali perjalanan Orang Suci Hindu............
BalasHapus